Senin, 05 Agustus 2013

belajar membuat Research Project

 LAPORAN PENELITIAN ILMIAH

Kehidupan Sosial dan Suasana Ramadhan di Kota dan Desa


BAB  I
Pendahuluan

1.1 Latar Belakang Masalah
            Manusia adalah makhluk sosial yang hidup saling membutuhkan satu sama lain. Manusia harus saling melengkapi untuk memenuhi kebutuhan hidup mereka dalam segala bidang kehidupan.
            Kehidupan sosial selalu menjadi hal yang menarik untuk dibahas. Setiap daerah memiliki ciri dan cara sendiri dalam hidup bersosial. Beberapa daerah bahkan saling bertolak belakang dalam hal-hal tertentu di kehidupan sosial masyarakatnya. Perbedaan mencolok terjadi contohnya di desa dan kota.
            Mudik lebaran adalah fenomena unik yang terjadi setiap tahun di Indonesia. Masyarakat yang merantau keluar daerah akan pulang ke kampung masing-masing untuk merayakan lebaran dan bersilaturahim dengan sanak saudaranya dalam suasana sukacita Iedul Fitri.


1.2 Identifikasi Masalah
1.         Manusia sebagai makhluk sosial.
2.         Kehidupan sosial di Kota Sangatta.
3.         Kehidupan sosial di Desa Dukuh Jati Kidul.
4.         Alasan perbedaan kehidupan sosial di desa dan kota.
5.         Perbedaan suasana Ramadan serta lebaran di desa dan kota.

1.3 Perumusan Masalah
1.         Apa yang dimaksud manusia sebagai makhluk sosial?
2.         Bagaimana kehidupan sosial di Kota Sangatta?
3.         Bagaimana kehidupan sosial Desa Dukuh Jati Kidul?
4.         Mengapa kehidupan sosial di desa dan kota berbeda?
5.         Apa beda suasana Ramadan serta lebaran di desa dan kota?

BAB II
Pembahasan

2.1 Apa yang dimaksud manusia sebagai makhluk sosial?
       Menurut bahasa, makhluk adalah sesuatu yang dijadikan atau yang diciptakan oleh Tuhan (seperti manusia, binatang, dan tumbuh-tumbuhan). Sedang kata sosial memiliki arti sifat berkaitan dengan masyarakat. Jadi, secara bahasa makhluk sosial adalah makhluk ciptaan tuhan yang memiliki sifat-sifat kemasyarakatan.
       Menurut para ahli, makhluk sosial memiliki arti-arti sebagai berikut;
Ø  Dr. JOHANNES GARANG, Makhluk sosial adalah makhluk berkelompok dan tidak mampu hidup menyendiri.
Ø  NANA SUPRIATNA, Makhluk sosial adalah makhluk yang memiliki kecenderungan menyukai dan membutuhkan kehadiran sesamanya sebagai kebutuhan dasar yang disebut kebutuhan sosial (social needs).
Ø  WALUYO, Makhluk sosial adalah makhluk yang selalu berinteraksi dengan sesamanya, saling membutuhkan satu sama lain.
Ø  ARISTOTELES, Makhluk sosial merupakan zoon politicon, yang berarti menusia dikodratkan untuk hidup bermasyarakat dan berinteraksi satu sama lain.
Ø  MOMON SUDARMA, Makhluk sosial merupakan makhluk yang dalam kesehariannya sangat membutuhkan peran makhluk yang lainnya.
Ø  MUHAMMAD ZUHRI, Makhluk sosial adalah makhluk yang tidak akan sanggup hidup sendiri, selalu bergantung pada orang lain dan apa yang dibutuhkannya dalam hidup juga dibutuhkan pula oleh orang lain.
Ø  DELIARNOV, Makhluk sosial adalah makhluk yang mustahil dapat hidup sendiri serta membutuhkan sesamanya dalam melakukan aktivitas sehari-hari
Ø  LITURGIS, Makhluk sosial merupakan makhluk yang saling berhubungan satu sama lain serta tidak dapat melepaskan diri dari hidup bersama.

2.2             Bagaimana kehidupan sosial di kota Sangatta?
Sangatta adalah kota tambang dimana nadi kehidupan disana mayoritas bergantung pada kegiatan tambang. Secara langsung maupun tidak, pertambangan juga memengaruhi kehidupan sosial masyarakat sosial disana.
       Dengan sistem kerja shift 12 jam yang diterapkan oleh perusahaan, masyarakat Sangatta memiliki waktu bersosialisasi lebih sedikit dibanding kota pada umumnya.
       Mayoritas penduduk sangatta adalah  pendatang dari Jawa, Sulawesi, dan daerah lainnya. Keragaman penduduk ini menciptakan cara bersosialisasi yang merupakan perpaduan dari budaya-budaya daerah tersebut.
      
2.3             Bagaimana kehidupan sosial di desa Dukuh Jati Kidul?
Di desa Dukuh Jati Kidul, mayoritas masyarakat berprofesi sebagai petani. Kebanyakan dari mereka yang menetap sudah berusia cukup tua. Para pemuda desa ini rata-rata merantau ke kota untuk menuntut ilmu ataupun berkerja di sana.
Mirip seperti daerah lain di Jawa, kehidupan sosial di desa ini terjalin  baik dengan intensitas tinggi. Budaya gotong royong masih berlangsung dengan semangat tinggi.
Masyarakat Dukuh Jati Kidul sudah tinggal bersama puluhan tahun lamanya bahkan sejak  zaman penjajahan. Ini membuat seisi desa saling kenal dan memiliki keakraban yang baik. Saling tolong dengan sistem keluargaan menciptakan kehidupan sosial yang indah.

2.4             Mengapa kehidupan di desa dan kota berbeda?
Jika membandingkan dua daerah di atas, terdapat beberapa faktor yang menimbulkan perbedaan kehidupan sosial antara desa dan kota.
Faktor pertama ialah penduduk. Penduduk kota adalah pendatang yang notabenenya tinggal dalam waktu yang relatif lebih singkat dibanding desa yang merupakan penduduk asli yang sejak lahir hingga tuanya hidup di daerah sama. Dengan waktu bersama yang lebih banyak, penduduk desa dapat menjalin hubungan yang lebih intens dan kehidupan sosial yang penuh rasa kekeluargaan. Sedang di perkotaan yang masyarakatnya lebih sibuk pada profesi masing-masing, kehidupan sosialnya akan sebatas untuk memenuhi kebutuhan mereka untuk bertahan hidup.
Faktor kedua adalah profesi atau mata pencaharian. Walau penghasilan dianggap lebih menjanjikan, di kota kebanyakan orang dituntut untuk loyal pada perusahaan tempat mereka berkerja dan kadang karena terlalu sibuk dengan pekerjaannya, pulang kantor dihabiskan untuk beristirahat penuh sehingga waktu untuk bersosialisasi sangat minim. Di desa yang mayoritas petani tidak ada peraturan mengikat. Bisa istirahat ketika lelah, boleh tidak berangkat tanpa izin kala sakit, dan sebagainya. Bertani juga menuntut gotong royong, entah itu untuk bersama-sama membuat sistem pengairan, menyemai padi, hingga saat panen sekalipun.
Faktor ketiga yaitu budaya. Di kota dengan masyarakat pendatangnya mengalami akulturasi budaya yang tidak jarang menemui ketidakcocokan. Walau jarang memicu konflik, hal ini tetap kadang menjadi penghalang kehidupan bersosial di sana. Di desa dan penduduk aslinya yang turun-temurun mewarisi budaya dari nenek moyang terdahulu, lebih mudah menjalani kehidupan sosial karena tata cara dan kebiasaan sudah tersedia, tinggal menjalankan saja yang sudah ada tanpa menemui ketidakcocokan.

2.5 Apa beda suasana Ramadan serta Lebaran di desa dan kota?
            Jika ditinjau dari ragam ibadah yang dilakukan saat Ramadan, tidak ada perbedaan mencolok antara desa dan kota. Puasa wajib, tarawih, tadarus Al-Quran, dan berbagai ibadah lainnya. Kala tiba minggu ketiga Ramadan barulah akan mulai muncul perbedaan.
Di kota, buka puasa bersama di masjid akan berangsur sepi, shaf-shaf sholat tarawih yang awalnya selalu penuh akan sedikit demi sedikit berkurang, pasar Ramadan yang tadinya tak pernah sepi kini kian berkurang pengunjungnya.
Berkebalikan dengan kondisi kota yang penduduknya bagai satu per satu ditelan bumi, desa kian ramai. Satu demi satu umat manusia berdatangan kembali ke kampung halamannya untuk berjumpa keluarga di sana. Otomatis masjid semakin ramai, pasar Ramadan semakin laku, dan desa yang biasanya lengang jadi lebih padat. Kondisi ini akan terus berlanjut hingga puncaknya pada perayaan Lebaran.
Lebaran di desa dan kota pun umumnya sama. Sholat ied, silaturahmi, ketupat, takbiran, opor ayam dan hal-hal khas Ramadan lainnya. Namun ternyata kehidupan sosial pun memengaruhi suasana lebaran di desa dan kota.
Dengan kehidupan sosial yang penuh kekeluargaan, di desa semua masyarakat akan saling mengunjungi satu sama lain, tak terlewatkan satu pun. Di desa juga, rata-rata akan berkumpul keluarga besar yang pulang dari daerah perantauannya masing-masing. Saling sungkem dan bermaafan, membuat haru dan menjadikan lebaran momen yang tak terlupakan.
Sedang di kota yang masyarakatnya cenderung lebih individualis kebanyakan merayakan lebaran bersama keluarga saja, kalaupun sempat bersilaturahmi hanya sebatas dengan kerabat-kerabat terdekat.

BAB III
Penutup

3.1 Kesimpulan
Manusia pada dasarnya ialah makhluk yang tidak dapat hidup seorang diri, selalu membutuhkan bantuan orang lain untuk mencukupi kebutuhan hidupnya.
Terdapat perbedaan kehidupan sosial antara desa dan kota yang dipengaruhi oleh penduduk, mata pencaharian, dan budaya setempat.
Kehidupan sosial yang berbeda antara masyarakat desa dan kota juga menyebabkan perbedaan suasana Ramadan serta Lebaran.

3.2 Saran

            Perbedaan suku sebaiknya jangan dijadikan penghalang dalam bersosialisasi karena pada dasarnya manusia diciptakan untuk saling mengenal satu sama lain, terutama saat hari raya Idul Fitri, bersilaturahim sangatlah penting dilakukan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar