LAPORAN PENELITIAN
ILMIAH
Kehidupan Sosial dan Suasana Ramadhan di Kota dan Desa
BAB
I
Pendahuluan
1.1
Latar Belakang Masalah
Manusia adalah
makhluk sosial yang hidup saling membutuhkan satu sama lain. Manusia harus
saling melengkapi untuk memenuhi kebutuhan hidup mereka dalam segala bidang
kehidupan.
Kehidupan sosial
selalu menjadi hal yang menarik untuk dibahas. Setiap daerah memiliki ciri dan
cara sendiri dalam hidup bersosial. Beberapa daerah bahkan saling bertolak
belakang dalam hal-hal tertentu di kehidupan sosial masyarakatnya. Perbedaan
mencolok terjadi contohnya di desa dan kota.
Mudik lebaran
adalah fenomena unik yang terjadi setiap tahun di Indonesia. Masyarakat yang
merantau keluar daerah akan pulang ke kampung masing-masing untuk merayakan
lebaran dan bersilaturahim dengan sanak saudaranya dalam suasana sukacita Iedul
Fitri.
1.2 Identifikasi Masalah
1.
Manusia sebagai makhluk sosial.
2.
Kehidupan sosial di Kota Sangatta.
3.
Kehidupan sosial di Desa Dukuh Jati
Kidul.
4.
Alasan perbedaan kehidupan sosial di
desa dan kota.
5.
Perbedaan suasana Ramadan serta lebaran
di desa dan kota.
1.3 Perumusan Masalah
1.
Apa yang dimaksud manusia sebagai
makhluk sosial?
2.
Bagaimana kehidupan sosial di Kota
Sangatta?
3.
Bagaimana kehidupan sosial Desa Dukuh
Jati Kidul?
4.
Mengapa kehidupan sosial di desa dan
kota berbeda?
5.
Apa beda suasana Ramadan serta lebaran
di desa dan kota?
BAB II
Pembahasan
2.1 Apa yang dimaksud manusia sebagai makhluk sosial?
Menurut bahasa, makhluk adalah sesuatu yang dijadikan atau yang
diciptakan oleh Tuhan (seperti manusia, binatang, dan tumbuh-tumbuhan). Sedang
kata sosial memiliki arti sifat berkaitan dengan masyarakat. Jadi, secara
bahasa makhluk sosial adalah makhluk ciptaan tuhan yang memiliki sifat-sifat
kemasyarakatan.
Menurut para ahli,
makhluk sosial memiliki arti-arti sebagai berikut;
Ø Dr. JOHANNES GARANG, Makhluk sosial adalah makhluk berkelompok dan tidak
mampu hidup menyendiri.
Ø NANA SUPRIATNA, Makhluk sosial adalah makhluk yang memiliki kecenderungan
menyukai dan membutuhkan kehadiran sesamanya sebagai kebutuhan dasar yang
disebut kebutuhan sosial (social needs).
Ø WALUYO, Makhluk sosial adalah makhluk yang selalu berinteraksi dengan
sesamanya, saling membutuhkan satu sama lain.
Ø ARISTOTELES, Makhluk sosial merupakan zoon politicon, yang berarti menusia
dikodratkan untuk hidup bermasyarakat dan berinteraksi satu sama lain.
Ø MOMON SUDARMA, Makhluk sosial merupakan makhluk yang dalam kesehariannya
sangat membutuhkan peran makhluk yang lainnya.
Ø MUHAMMAD ZUHRI, Makhluk sosial adalah makhluk yang tidak akan sanggup hidup
sendiri, selalu bergantung pada orang lain dan apa yang dibutuhkannya dalam
hidup juga dibutuhkan pula oleh orang lain.
Ø DELIARNOV, Makhluk sosial adalah makhluk yang mustahil dapat hidup sendiri
serta membutuhkan sesamanya dalam melakukan aktivitas sehari-hari
Ø LITURGIS, Makhluk sosial merupakan makhluk yang saling berhubungan satu
sama lain serta tidak dapat melepaskan diri dari hidup bersama.
2.2
Bagaimana kehidupan sosial di kota
Sangatta?
Sangatta adalah kota tambang dimana nadi kehidupan
disana mayoritas bergantung pada kegiatan tambang. Secara langsung maupun
tidak, pertambangan juga memengaruhi kehidupan sosial masyarakat sosial disana.
Dengan sistem kerja shift 12 jam yang diterapkan oleh
perusahaan, masyarakat Sangatta memiliki waktu bersosialisasi lebih sedikit
dibanding kota pada umumnya.
Mayoritas penduduk sangatta
adalah pendatang dari Jawa, Sulawesi,
dan daerah lainnya. Keragaman penduduk ini menciptakan cara bersosialisasi yang
merupakan perpaduan dari budaya-budaya daerah tersebut.
2.3
Bagaimana
kehidupan sosial di desa Dukuh Jati Kidul?
Di desa Dukuh Jati Kidul, mayoritas masyarakat
berprofesi sebagai petani. Kebanyakan dari mereka yang menetap sudah berusia
cukup tua. Para pemuda desa ini rata-rata merantau ke kota untuk menuntut ilmu
ataupun berkerja di sana.
Mirip seperti daerah lain di Jawa, kehidupan sosial di
desa ini terjalin baik dengan intensitas
tinggi. Budaya gotong royong masih berlangsung dengan semangat tinggi.
Masyarakat Dukuh Jati Kidul sudah tinggal bersama
puluhan tahun lamanya bahkan sejak zaman
penjajahan. Ini membuat seisi desa saling kenal dan memiliki keakraban yang
baik. Saling tolong dengan sistem keluargaan menciptakan kehidupan sosial yang
indah.
2.4
Mengapa kehidupan di desa dan kota
berbeda?
Jika membandingkan dua daerah di atas, terdapat
beberapa faktor yang menimbulkan perbedaan kehidupan sosial antara desa dan
kota.
Faktor pertama ialah penduduk. Penduduk kota adalah
pendatang yang notabenenya tinggal dalam waktu yang relatif lebih singkat
dibanding desa yang merupakan penduduk asli yang sejak lahir hingga tuanya
hidup di daerah sama. Dengan waktu bersama yang lebih banyak, penduduk desa
dapat menjalin hubungan yang lebih intens dan kehidupan sosial yang penuh rasa
kekeluargaan. Sedang di perkotaan yang masyarakatnya lebih sibuk pada profesi
masing-masing, kehidupan sosialnya akan sebatas untuk memenuhi kebutuhan mereka
untuk bertahan hidup.
Faktor kedua adalah profesi atau mata pencaharian.
Walau penghasilan dianggap lebih menjanjikan, di kota kebanyakan orang dituntut
untuk loyal pada perusahaan tempat mereka berkerja dan kadang karena terlalu
sibuk dengan pekerjaannya, pulang kantor dihabiskan untuk beristirahat penuh
sehingga waktu untuk bersosialisasi sangat minim. Di desa yang mayoritas petani
tidak ada peraturan mengikat. Bisa istirahat ketika lelah, boleh tidak
berangkat tanpa izin kala sakit, dan sebagainya. Bertani juga menuntut gotong
royong, entah itu untuk bersama-sama membuat sistem pengairan, menyemai padi,
hingga saat panen sekalipun.
Faktor ketiga yaitu budaya. Di kota dengan masyarakat
pendatangnya mengalami akulturasi budaya yang tidak jarang menemui
ketidakcocokan. Walau jarang memicu konflik, hal ini tetap kadang menjadi
penghalang kehidupan bersosial di sana. Di desa dan penduduk aslinya yang
turun-temurun mewarisi budaya dari nenek moyang terdahulu, lebih mudah
menjalani kehidupan sosial karena tata cara dan kebiasaan sudah tersedia,
tinggal menjalankan saja yang sudah ada tanpa menemui ketidakcocokan.
2.5 Apa beda suasana Ramadan serta Lebaran di desa dan
kota?
Jika
ditinjau dari ragam ibadah yang dilakukan saat Ramadan, tidak ada perbedaan
mencolok antara desa dan kota. Puasa wajib, tarawih, tadarus Al-Quran, dan
berbagai ibadah lainnya. Kala tiba minggu ketiga Ramadan barulah akan mulai
muncul perbedaan.
Di kota, buka puasa bersama di masjid akan berangsur
sepi, shaf-shaf sholat tarawih yang awalnya selalu penuh akan sedikit demi
sedikit berkurang, pasar Ramadan yang tadinya tak pernah sepi kini kian
berkurang pengunjungnya.
Berkebalikan dengan kondisi kota yang penduduknya
bagai satu per satu ditelan bumi, desa kian ramai. Satu demi satu umat manusia
berdatangan kembali ke kampung halamannya untuk berjumpa keluarga di sana.
Otomatis masjid semakin ramai, pasar Ramadan semakin laku, dan desa yang
biasanya lengang jadi lebih padat. Kondisi ini akan terus berlanjut hingga
puncaknya pada perayaan Lebaran.
Lebaran di desa dan kota pun umumnya sama. Sholat ied,
silaturahmi, ketupat, takbiran, opor ayam dan hal-hal khas Ramadan lainnya.
Namun ternyata kehidupan sosial pun memengaruhi suasana lebaran di desa dan
kota.
Dengan kehidupan sosial yang penuh kekeluargaan, di
desa semua masyarakat akan saling mengunjungi satu sama lain, tak terlewatkan
satu pun. Di desa juga, rata-rata akan berkumpul keluarga besar yang pulang
dari daerah perantauannya masing-masing. Saling sungkem dan bermaafan, membuat haru dan menjadikan lebaran momen
yang tak terlupakan.
Sedang di kota yang masyarakatnya cenderung lebih individualis
kebanyakan merayakan lebaran bersama keluarga saja, kalaupun sempat
bersilaturahmi hanya sebatas dengan kerabat-kerabat terdekat.
BAB III
Penutup
3.1
Kesimpulan
Manusia
pada dasarnya ialah makhluk yang tidak dapat hidup seorang diri, selalu
membutuhkan bantuan orang lain untuk mencukupi kebutuhan hidupnya.
Terdapat
perbedaan kehidupan sosial antara desa dan kota yang dipengaruhi oleh penduduk,
mata pencaharian, dan budaya setempat.
Kehidupan
sosial yang berbeda antara masyarakat desa dan kota juga menyebabkan perbedaan
suasana Ramadan serta Lebaran.
3.2
Saran
Perbedaan suku sebaiknya jangan
dijadikan penghalang dalam bersosialisasi karena pada dasarnya manusia
diciptakan untuk saling mengenal satu sama lain, terutama saat hari raya Idul Fitri,
bersilaturahim sangatlah penting dilakukan.